This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 30 Januari 2012

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN: DARI KAMPUS UNTUK INDONESIA


Oleh: Andhi Octadinata



Setiap orang adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya kelak di kemudian hari. Dalam konteks terkecil pun, ia adalah pemimpin bagi diri sendiri dan keluarganya. Bahkan ketika dalam perjalanan pun, hendaknya ada yang menjadi pemimpin dalam rombongan perjalanan tersebut. Begitulah ajaran yang bijak menyebutkan tentang pemimpin.

Sebuah amanah yang besar berada di pundak seorang pemimpin. Dan pemimpin harus mampu mengemban amanah tersebut dengan segala potensi yang dimiliki secara maksimal. Oleh karena itu, pendayagunaan potensi yang dimiliki pemimpin tersebut harus tereskplorasikan dengan baik. Janganlah bertindak dengan setengah-setengah, namun optimalkan semua daya upaya tersebut agar mampu menjalankan amanah yang diberikan dengan baik.


Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kompeten dan berwawasan. Ia harus pandai dalam me-manage seluruh sumber daya yang ada dalam naungan kepemimpinannya. Misalkan, dalam sebuah organisasi kemahasiswaan, ia harus mampu memposisikan sumber daya yang tepat pada porsi yang benar. Ketika dirasa seorang itu memiliki kemampuan dalam hal negosiasi maka ia dapat ditempatkan sebagai bagian public relation yang selalu berurusan dengan publik.

Kompetensi seorang pemimpin dapat dilihat pada track record kapasitas intelektualnya. Dan pun sepak terjak yang ia lakukan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang timbul. Seorang pemimpin memandang sebuah konflik merupakan sebuah dinamika dalam sebuah organisasi, bukan untuk dihindari namun sebaliknya menjadikan konflik tersebut sebagai ramuan yang dinamakan stimulus sehingga akan terlihat dinamika yang terjadi. Dan itulah seninya dalam sebuah organisasi, dan seorang pemimpin memahami hal itu sebagai sebuah pendewasaan dalam berorganisasi.

Dengan dinamika yang timbul tersebut, akan memberikan dorongan bagi seorang pemimpin untuk menjadi optimis dalam segala hal. Seorang pemimpin itu optimis yang selalu melihat jawaban di setiap persoalan, bukan pesimis yang selalu melihat persoalan di setiap kesempatan. Intinya, seorang pemimpin memahami bahwa akan ada sebuah solusi dalam setiap persoalan yang timbul, bukan selalu diliputi masalah dalam setiap celah kesempatan.

Seorang pemimpin harus mempunyai landasan nilai dan integritas moral yang kokoh. Seorang pemimpin akan menjadi qudwah atau panutan dalam setiap apa yang diucapkan serta dalam segala tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin bukan hanya ‘berkicau’ saja, tanpa ada sebuah langkah nyata yang diwujudkan, melainkan ia akan memberikan contoh atau suri teladan yang baik bagi yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin adalah visioner, yaitu memiliki sebuah cita-cita yang tinggi dalam pandangan strategis ke depan. Ia mempunyai geliat mimpi yang akan menjadi sumber motivasi dalam kinerjanya. Kenapa seorang pemimpin harus mempunyai mimpi? Karena mimpi merupakan tahapan awal seorang dalam menginginkankan sesuatu. Dan mimpi tersebut akan berubah menjadi visi yang nantinya akan seorang pemimpin ejawantahkan dalam program-program yang akan mewujudkan cita-citanya. Jangan takut bermimpi!

Hasan Al- Banna, seorang tokoh pergerakan Islam di Mesir menyatakan bahwa, “Kenyataan di hari ini adalah mimpi di hari kemaren. Kenyataan di hari esok adalah mimpi di hari ini.” Oleh karena itu, geliat mimpi yang dimiliki seorang pemimpin akan menjadi ‘pompa’ ataupun ‘bahan bakar’ bagi motivasinya dalam mewujudkan cita-cita besarnya.

Seorang pemimpin merupakan seorang yang harus memiliki kedekatan dengan Tuhan-Nya. Sehingga apa yang ia ucapkan dan lakukan sesuai dengan apa yang Tuhan perintahkan. Karena sejatinya, pemimpin adalah wakil Tuhan di muka bumi ini. Bukankah manusia diciptakan ke dunia ini menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini? Dan sebagai amanah tersebut, manusia diwajibkan untuk selalu dekat dengan Tuhan, untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Dan seorang pemimpin memahami tentang hubungan vertikal yang terjalin antara manusia dan Tuhan-Nya.

Bila dikatakan seorang pemimpin adalah seorang yang humanis, maka ia akan mampu memanuasiakan manusia yang menjadi rekan atau mitra ataupun yang menjadi bawahannya. Dan ia adalah manusia yang beradab yang senantiasa menjunjung nilai-nilai peradaban manusia dan kemanuasiannya. Selanjutnya, adil senantiasa ada dalam diri seorang pemimpin. Perlu diingat, adil itu bukan membagi rata, tetapi proporsional. Ada yang mesti dibagi sedikit, ada yang mesti dibagi banyak sesuai dengan penilaian kebutuhannya.

Untuk mencapai tujuan atau cita-cita dari kepemimpinannya, seorang pemimpin harus bersikap dan berpikir integratif, bukan separatif. Ia tak kan menjadi ‘penjajah’ bagi bawahannya dengan menggunakan politik devide et impera, namun ia akan mempersatukan seluruh komponen yang ada agar saling mendukung, sehingga terciptalah sebuah sistem kesatuan yang utuh. Kebebasan berpikir, berkreativitas, dan berpendapat dari bawahannya akan melengkapi sistem kesatuan tersebut. Karena dengan hal tersebut ia dapat memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh mitra maupun bawahannya.

Beberapa waktu yang lalu, Universitas Baturaja (UNBARA) menyelenggarakan perhelatan akbar, guna memilih Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden mahasiswa periode 2011-2012. Momen itu dinamakan Pemilu Raya. Seluruh mahasiwa/mahasiswi dari berbagai macam fakultas dan jurusan menyempatkan diri untuk memilih pemimpin mereka yang dinilai sesuai. Yang tinggal dalam bilik pencontrengan adalah hati nurani. Manakah yang akan dipilih? Si A atau si B? Karena ini akan menentukan kebijakan-kebijakan mahasiswa ke depannya dengan terpilihnya pemimpin mahasiswa tersebut.

Presiden mahasiswa dan wakil presiden mahasiswa merupakan pemimpin pada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang menjadi eksekutor ataupun pelaksana kegiatan dalam rangka mewujudkan kampus yang ideal. Sejatinya, dalam tiap universitas, ada lembaga kemahasiswaan yang menjadi penyeimbang dalam siklus kehidupan kampus. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak kampus - dalam hal ini yaitu rektorat, dekanat, program studi – akan sedikitnya membutuhkan sokongan dari mahasiswa yang sejatinya juga merupakan pelaku dalam siklus kehidupan kampus tersebut. Oleh karena itu, dibentuknya berbagai macam Lembaga Kemahasiswaan di kampus, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Lembaga Dakwah Kampus, Mahasiswa Pencinta Alam, Komunitas Pencinta Seni, dan sebagainya. Dan pun kesemua lembaga kemahasiswaan tersebut juga dapat mengeksplorasi potensi yang dimiliki mahasiswa.

Bila bicara dalam kancah kepemimpinan mahasiswa di kampus - BEM – akan banyak hal menarik yang akan timbul. Mengingat mahasiswa yang merupakan cikal bakal yang akan menjadi generasi pemimpin masa depan. Dengan segenap potensi yang dimiliki, mahasiswa mampu menjadi agen perubahan. Ia mampu merubah kediktatoran suatu kekuasan pemerintahan menjadi bentuk pemerintahan yang lebih baik. Idealisme yang dimiliki oleh mahasiswa acapkali terserang ‘virus mematikan’ sehingga berubah haluan. Dan itu kita kenal dengan ‘politik praktis’ yang kerapkali menyerang aktivitas mahasiswa dalam kegiatan di kampus. Dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki ‘kaum elite’ ini, ‘orang yang berkepentingan’ tersebut menyerangnya dengan ‘virus’ yang akhirnya mengotori idealisme positif yang dimiliki mahasiswa.

Oleh karena itu, setiap pemimpin dalam Lembaga Kemahasiswaan harus memiliki ‘imunitas’ yang kokoh, sehingga ‘virus’ tersebut tidak akan mencampuri kesucian idealisme mahasiswa.

Lembaga kemahasiswaan adalah lembaga yang ‘netral’ yang akan hanya memihak pada keadilan dan kebenaran saja. Ketika ada yang berambisi untuk melenyapkan asas-asas tersebut, maka dengan segenap tenaga dan pikiran, mahasiswa memblokade asas-asas tersebut jangan sampai luntur.

Pemimpin mahasiswa di kampus – Presma dan Wapresma – memahami akan pentingnya keberadaannya selaku pimpinan tertinggi mahasiswa, yang akan menjadi eksekutor dari segenap hal yang dinginkan oleh masyarakat kampus. Ia adalah pemegang kebijakan tertinggi di kalangan mahasiswa, sehingga apa yang diucapkan dan segala yang dilakukan akan memberikan dampak terhadap masyarakat kampus.

Oleh sebab itu, ia akan menjadi teladan yang baik bagi masyarakat kampus. Ia akan menunjukkan sikap kepemimpinan yang baik sehingga ia akan menjadi contoh yang baik bagi masyarakat kampus. Bayangkan ketika sebuah pemerintahan terjalin dengan adanya hubungan keharmonisan dan keselarsan yang baik antara Pemimpin dan masyarakatnya, apa yang akan tercipta? Sebuah pemerintahan atau Negara yang beradab. Tak kan ada lagi jerit tangis rakyatnya, karena pemimpinnya telah memberikan pelayanan kesejahteraan yang baik.

Selanjutnya, ia memiliki wawasan berpikir yang luas. Dengan ditandai jejak rekam intelektualnya yang mampu memberikan smart solution terhadap suatu permasalahan yang timbul di masyarakat kampus. Misalnya, ketika masyarakat kampus sedang ingin membutuhkan sebuah media informasi yang dapat menyalurkan informasi seputar dunia kampus baik di dalam maupun di luar. Seorang pemimpin harus cepat tanggap, dengan mengusulkan kepada pihak rektorat untuk diciptakannya Radio Kampus, atau mungkin diciptakannya Koran Kampus sebagai pusat informasi.

Akan tetapi yang perlu disadari oleh seorang pemimpin, ketika ia telah terpilih menjadi pemimpin, maka ia merupakan adalah pemimpin dari seluruh masyarakat kampus, bukan hanya dari kelompok atau golongan mana ia berasal. Oleh karena itu, pemimpin mahasiswa harus memiliki jiwa adil terhadap masyarakatnya, dan tidak memihak pada suatu kelompok atau golongan. Kemudian, ia harus bijaksana dalam menyikapi suatu persoalan. Ia adalah hakim yang baik ketika memutuskan suatu perkara. Sehingga tidak akan ada yang merasa dirugikan terhadap keputusan yang telah ditetapkan.

Point yang paling penting adalah, pemimpin mahasiswa harus memiliki jiwa yang visioner. Ia memiliki cita-cita yang besar ke depannya, serta untuk membawa kepemimpinannya kepada arah yang lebih baik pula sehingga terwujudnya kampus yang madani. Kampus madani adalah kampus yang di dalamnya tercipta lingkungan yang religious, harmonis, penuh dengan nilai estetis yang kesemua aspek dapat diseleraskan dan diberdayagunakan dengan optimal. Dengan segenap potensi pemuda yang ia miliki, ia akan mampu membawa hal tersebut ke arah yang ia inginkan sesuai dengan visinya.

Maka takkan salah ketika disiratkan bahwa mahasiswa adalah iron stock. Ia adalah cadangan pemimpin masa depan. Wujudkanlah masyarakat kampus yang ideal dengan tampuk kepemimpinan yang diamanahkan. Ingatlah, itu adalah amanah, maka laksanakan dengan segenap potensi yang dimiliki.

Jadi benarlah adanya bahwa pergerakan dari kampus menuju Indonesia. Dengan pergerakan mahasiswa di kampus akan memberikan dampak yang relevan terhadap negeri ini. Karena mahasiswa pun merupakan agent of social control, yang menjadi keterwakilan pemenuhan aspirasi rakyat kecil. Mulai sekarang, canangkan dalam tiap diri pemimpin mahasiswa sebagai visi dan mottonya, “DARI KAMPUS UNTUK INDONESIA”. □

KEADILAN ‘SANDAL JEPIT’

Dalam sebuah tatanan pemerintahan yang ideal hendaknya memposisikan utama persoalan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Para pemerintah mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya terwujudnya masyarakat yang sejahtera lagi makmur. Keadilan menjadi simbol untuk mencapai hajat tersebut. Tidak adanya penindasan terhadap rakyat kecil yang sudah terjepit dalam persoalan hidup. Penelantaran akan nasib rakyat miskin takkan pernah terjadi. Para penguasa tidak berlomba-lomba untuk menghiasi diri dengan kemewahan-kemewahan, namun berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap rakyatnya. Kondisi seperti akan mewujdkan keselarasan hidup antara rakyat dan para penguasa.

Tidak akan heran ketika para penguasa berpergian sendirian tanpa ada pengawal di sisinya. Akan lebih meyenangkan lagi, ketika penguasa berbelanja ke pasar tradisional. Bahkan, penguasa mengenakan pakaian layaknya rakyat biasa, bukan mengenakan pakaian kebesarannya. Indah sekali negeri tersebut. Para penguasa dan rakyatnya dapat hidup berdampingan dengan selaras. Inilah negeri yang madani. Negeri peradaban yang didalamnya keadilan menjadi hal terpenting, kesejahteraan rakyat menjadi pokok pembahasan utama, kemakmuran rakyat menjadi sebuah orientasi besar.

Indonesia merupakan Negara makmur yang tongkat dan batu saja ketika dilemparkan saja akan menjadi tanaman. Betapa elok negeri ini dengan menawarkan keindahan yang tiada tara. Betapa kaya negeri ini dengan limpahan karunia alam yang mengggiurkan. Betapa bangga penduduk negeri ini, ketika negerinya diliputi kekayaan yang melimpah. Benarlah kata pepatah lama, gemah ripah loh jinawi. Inilah Indonesia negeri yang kaya nan makmur.

Namun, seiring dengan berbagai macam potensi negeri yang besar tersebut, belum menjadikan Indonesia Negara yang diperhitungkan dalam kancah dunia. Kemiskinan masih meraja lela. Masih banyak rakyat yang terlantar, sedangkan penguasanya semakin ‘besar’. Masih sering terdengarnya penindasan terhadap rakyat kecil. Keadilan membuat sakit rakyat yang semakin terjepit, namun membuat nikmat para penguasa yang sering ‘mengutit’ (baca:korupsi).

Sebut saja Nenek Minah (55) lantaran hanya mencuri tiga buah Kakao yang harganya pun tak lebih dari Rp 10.000 mendapatkan vonis persidangan 1,5 tahun pada 2009 silam. Bahkan. yang membuat hati teriris, nenek yang sudah tua renta dan buta huruf itu harus meminjam uang sejumlah Rp 30.000 untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Dimanakah keadilan di negeri ini? Nenek Minah memang telah berlaku salah, karena telah mencuri. Akan tetapi, apakah setimpal ganjaran hukuman yang diberikan kepada nenek yang sudah lanjut usia tersebut.

Yang paling anyar, kasus pencurian sandal jepit yang menjadikan AAL (15), seorang pelajar SMKN 3 Palu, Sulawesi Tengah, sebagai pesakitan di hadapan meja hijau. Ia dituduh telah mencuri sandal jepit milik anggota Brimob Polda Sulteng, Briptu Ahmad Rusdi Harahap. Lantaran hanya gara-gara sandal jepit butut tersebut, AAL terancam hukuman kurungan maksimal lima tahun penjara. Ada kejanggalan dalam proses hukum atas AAL. Ia didakwa karena mencuri sandal Eiger nomor 43. Namun, bukti yang diajukan adalah sandal merk Ando nomor 9,5.

Tak ada satu saksi pun selama persidangan yang melihat langsung apakah sandal merk itu memang diambil AAL di depan kamar Rusdi. Rusdi yakin sandal yang diajukan sebagai barang bukti itu adalah miliknya. Karena, katanya, ia memiliki kontak batin dengan sandal itu. Saat hakim meminta mencoba, tampak jelas sandal Ando itu kekecilan untuk kaki Rusdi yang besar. AAL memang dibebaskan dari hukuman dan dikembalikan kepada orangtuanya. Namun, majelis hakim memutus AAL bersalah karena mencuri barang milik orang lain.

Nampak jelas, dari kasus Nenek Minah dan AAL bahwa hukuman yang diberikan kepada keduanya merupakan proses hukum yang mati dari tujuan hukum itu sendiri. Hukum hanya mengikuti aturan formal saja tanpa mempertimbangkan subtansi dan hati nurani. Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo (Kompas.com, 5/1/2012) menyatakan bahwa para penegak hukum seperti Jaksa, Polisi dan Hakim telah melakukan kesesatan yang kolektif dengan memmberikan ancaman 5 tahun dan vonis 1,5 tahun tersebut. Meskipun banyak protes dari masyarakat, mereka masih juga memproses dan memutuskan sesuatu secara tidak sedikitpun ada kesadaran dan evaluasi, imbuh beliau.

Hal senada diungkapkan oleh Sosiolog Soetandyo Wignjosoebroto, Hakim kini dinilainya terlalu legalistik terhadap putusan bersalah rakyat kecil. Hakim tidak mampu memahami arti dan makna sekaligus kearifan yang terkandung dalam aturan hukum. Undang-undang itu merupakan dead letter law (hukum yang mati). Hukum menjadi aktif dan dinamik melalui kata hati dan tafsir hakim. Kalau putusannya itu aneh, itu bukan salah undang-undang, melainkan hakim. Hakimnya harus pandai memberi putusan yang bisa diterima. Walaupun, seyogyanya mencuri merupakan perbuatan melanggar hukum, dan hukum harus ditegakkan. Namun, apakah hal tersebut sudah sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat?

Sementara, para pejabat dan ‘maling’ berdasi putih mencuri uang rakyat yang nilainya tak sebanding dengan kakao ataupun sandal jepit, mendapatkan perlakuan yang ramah dan terhormat dari aparat. Para ‘maling’ tersebut dapat melanggeng bebas dari hukuman yang terlalu berat. Bahkan ada yang dapat mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakita yang tekadang dibuat-buat.

Benarlah kata Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana yang menyatakan bahwa kini hukum hanya tajam jika kebawah dan tumpul jika berhadapan dengan kalangan atas. Hendaknya pemerintah memiliki kepekaan yang besar terhadap ketidakadilan yang terus dialami rakyat . Beliau menambahlkan, Hakim terlalu legalistik jika pihak yang lemah menjadi terdakwa. Untuk kasus korupsi, hakim justru tak menggunakan kacamata kuda, tetapi seolah-olah memahami tuduhan korupsi tak terbukti dengan melihat konteks.

Pada kasus kecil seperti Nenek Minah dan AAL hendaknya ada semacam ‘pengecualian’ yang mengedepankan hati nurani. Bukan dalam artian mereka lepas dari jerat hukum. Akan tetapi, harus mempertimbangkan substansi dan hati nurani, bukan hanya mengikuti aturan formal hukum saja. Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak menyarankan agar aparat penegak hukum menggunakan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai penyelesaian alternatif dalam sejumlah kasus kecil seperti yang menimpa AAL maupun Nenek Minah.

Keadilan restoratif adalah konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan kerugian yang dialami korban dan pelaku, dibanding menjatuhkan hukuman penjara bagi pelaku. Hal itu dimaksudkan agar penyelesaian kasus-kasus kecil tak perlu sampai ke pengadilan, tetapi diselesaikan cukup dengan mediasi.

Di permulaan tahun yang baru ini, pemerintah hendaknya mengadakan evaluasi terhadap kinerja jajaran yang ada di bawahnya, baik dari penegak hukum maupun pelaksana hukum tersebut. Bila keadaan seperti ini terus berlanjut, akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan yang berlanjut kepada pemerintah. Karena rakyat merasakan sendiri apa yang telah menjadi ketetapan maupun kebijakan dari pemerintah. Adanya proses evaluasi yang kontinuitas ini terhadap personal dalam lembaga-lembaga Negara yang terkait dalam hubungan dengan rakyat, akan sedikitnya mengurangi penyimpangan yang dilakukan.

Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Ini sudah menjadi penyakit yang sangat kronis. Belum ada obat ampuh yang dapat menyembuhkannya, selain adanya kesadaran tinggi dari tiap aparatur Negara. Kesadaran akan pentingnya keadilan dalam tiap lini kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena sejatinya, manusia itu tempat khilaf dan salah, sehingga perlu disadarkan kembali agar kehilafan dan kesalahan yang diperbuat tidak semakin parah dan berlanjut.

Pemimpin negeri ini yang bertindak selaku dokter, mempunyai wewenang untuk memberikan pencegahan terhadap penyakit yang diderita para aparatur Negara tersebut. Ia punya kuasa untuk memberikan serum anti-korupsi terhadap para aparaturnya. Pemberian injeksi anti-ketidakadilan terhadap para personal lembaga hukum dan peradilan pun dapat ia berikan. Ia adalah dokter yang tahu apa sebaiknya dia berikan kepada para pasiennya (baca: aparatur Negara).

Oleh karena itu, diperlukan adanya pembaruan terhadap kebijakan-kebijakan yang ditetapkan, terutama yang mengedepankan urusan rakyat. Pemimpin negeri ini harus memiliki kepekaan yang besar terhadap hal-hal yang bersentuhan dengan rakyat baik yang menyangkut kesejahteraan maupun kemakmuran rakyat. Selanjutnya, kepekaan atas ketidakadilan yang kerapkali menimpa rakyat merupakan tahapan awal untuk mensukseskan apa yang dinamakan sejahtera dan makmur. Niscaya, rakyat akan memberikan harapan yang besar pada pemimpin negeri ini untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih gemilang. Tidak akan lagi adanya ancaman hukuman 5 tahun penjara terhadap kasus serupa dengan ‘sandal jepit’. Tidak akan adanya lagi vonis 1,5 tahun terhadap kasus yang serupa dengan ‘kakao’.

Di negeri ini yang dalam butir-butir dasar negaranya disebut menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perilaku berkeadilan ini. Jangan lagi keadilan hukum di negeri ini hanya sebatas keadilan ‘sandal jepit’, keadilan yang menjepit rakyat kecil, yang hidupnya sudah sempit malah dibuat makin menjerit. Jangan lagi rakyatnya diperlakukan dalam perbedaan kasta besar dan kecil. Jangan lagi adanya diskriminasi penegakan hukum. Keras dan tegas untuk rakyat kecil, tapi loyo dan bagai agar-agar bagi kalangan atas. Semoga...


Oleh: Andhi Octadinata

Selasa, 10 Januari 2012

Download Nasyid Terbaru Sigma - Senandung Ukhuwah

Langsung saja, sahabat miliki lagunya,
Klik Nasyid Terbaru Sigma - Senandung Ukhuwah

Lirik Lagu
Diawal kita bersua..

Mencoba untuk saling memahami
Keping keping dihati terajut dgn indah
Rasakan persaudaraan kita

Dan masa silih berganti
Ukhuwah dan amanah tertunaikan
Berpeluh suka dan duka
Kita jalani semua
Semata mata harapkan ridhoNYA

Sahabat tibalah masanya
Bersua pasti ada berpisah
Bila nanti kita jauh berpisah
Jadikan robithoh pengikatnya
Jadikan do'a ekspresi rindu
Semoga kita bersua disyurga..

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More