Kamis, 01 Desember 2011

Kuingin Cinta Ini di Jalan-Mu (Part 1)


Saat Cinta itu Hadir

Suatu sore, dengan sinar matahari yang tak begitu menyengat, mengiring langkah Syuhada menyusuri gang menuju tempat tinggalnya. Perjalanan dari kampus tadi serasa sangat lamban. Setengah tergesa, sudah tak sabar rasanya ia ingin segera sampai di rumah. Sesuatu telah berkecamuk dalam hati dan pikirannya.

Siang tadi, saat di kantin kampus, terjadi hal yang tak disangkanya. Bagai disambar petir, penuh kejutan yang hampir membuatnya sedikit shock. Arul, teman pria sekelasnya menyatakan perasaannya kepada Syuhada.

“Syu, aku boleh jujur nggak sama kamu?” Tanya Arul.

“Hmm. Jujur kacang ijo ya.” Celetuk Syuhada diiring tawa kecil.

“Aku seriusan lho Syu.” Timpal Arul dengan mimic serius.

“Sorry. Mau ngomong apa sich Rul? Penting banget ya?”

“Sangat penting. Ini mengenai perasaanku, Syu.” Jawab Arul dengan hati-hati.,

“Penasaran nih aku. Hmm, jangan-jangan kamu dah mau nikah ya? Sama siapa tuh? Kog ga ngasih tahu sich? Arul jahat deh. Wkkkkkk.” Canda Syuhada.

“Aduh dia ini. Main tebak aja. Dengerin dulu ni!” Timpal Arul sedikit memaksa.

“Ya, sorry lagi. Emang apa sich?” Tanya Syuhada penasaran.

“Syu.. Kalau seandainya ada cowok yang suka sama kamu gimana? Kira-kira kamu gimana?” Tanya Arul dengan hati-hati.

“Hmm. Penting nih jawabnya?” Jawab Syuhada.

“Iya Pentinglah Syu.”

“Hmm, tergantung.” Jawab Syuhada seadanya.

“Tergantung gimana Syu?” Balas Arul

“Rahasia tau. Emang kenapa sich. Jangan macem-macem nih.”

“Hmm. Syu. Aku mau jujur nih. Emm, sejujurnya Aku suka sama kamu, Syu. Sorry! Aku sayang sama kamu.”

Bagai disambar petir, Syuhada kepalang terkejutnya. Arul, yang selama ini selalu mendapatkan IPK tertinggi. Ibadahnya juga rajin. Apa yang harus aku jawab, batin Syuhada. Aku takut menyakiti hatiny. God, Help me!

“Aku ingin lebih dengan kamu Syu. Semua yang kamu inginkan pasti akan aku lakukan.” Tambah Arul meyakinkan.

Allah, batin Syuhada. Ada apa ini? Tolong hamba ya Allah.

“Syu…??? Gimana? Mau kan kamu jadi pacarku?” Arul menunggu jawaban Syuhada

“Hmm. Maaf ya Arul. Aku belum bisa kasih keputusan kepadamu hari ini. Beri aku waktu ya. Aku takut nanti jawabanku ini nanti salah. Tolong ya ngertiin aku!” Jawab Syuhada.

Allah, semoga ini jawaban yang tepat untukku sekarang. Batin Syuhada.

“Okelah. Kalo itu keputusanmu. Aku nantikan jawabanmu itu.” Jawab Arul dengan berat.

“Insha Allah. Maaf ya Arul, aku pamit duluan. Makasih ya. Assallammualaikum.” Sembari berlalu.

“ Waalaikumsalam.”

Hati dan pikiran Syuhada berkecamuk. Bisa-bisanya Arul menyatakan perasaannya.

“Apa yang harus aku lakukan. Apakah aku terima saja. Ataukah aku tolak saja.”
Siapa sih yang tak suka Arul. Pintar ia, ibadahnya rajin, wajahnyapun tak kalah tampan, dari keturunan baik-baik pula.

“Astagfirullahhalazim. Allah tolong hambamu!”

“Aku tak mau larut dalam masalah ini ya Allah.” Batin Syuhada.

Sejujurnya, Syuhada pun jatuh hati kepada Arul. Tetapi bukan itu masalahnya. Dia tak mungkin memberikan jawaban bahwa, kata hatinya juga sama. Masak menjawab begitu aja? Terus, selanjutnya bagaimana dia harus melewati cintanya dengan Arul. Hanya menjawab bahwa dia juga cinta? Itu setali tiga uang artinya dengan menjerat diri dalam ikatan yang tidak jelas. Itu sama dengan menjebak diri dalam maksiat.

“Lantas, dengan cara apa? Menikah?” pikir Syuhada bertanya-tanya. Amboy, Arul dan Syuhada barus semester V.

“Mungkinkah itu? Atau tunangan saja, menikahnya nanti setelah lulus kuliah.” Bisik satu sisi jiwanya.

“Itu mah sama aja tuh dengan pacaran terselubung.” Sisi lain mengutarakan suara yang berbeda.

“Apa perasaanku salah? Kayaknya nggak juga sich? Arul orangnya baik, pinter, rajin Ibadahnya. Paling tidak itulah menurut pandanganku dan teman-teman yang lain.” Syuhada mencari alasan untuk dicerna otaknya.

Tiga hal telah membuatnya masih sulit mengambil keputusan. Pertama, perasaaannya sendiri; Kedua, dia dan Arul masih kuliah dan masih lama selesainya; Ketiga, menikah.

“Entahlah,” desanya pelan dalam kesendirian.

“Kalaupun menikah, dukungan mama untuk menyiapkan diri adalah hal yang pertama dan utama. Tapi apakah mungkin mama akan memberikan lampu hijau kepadaku untuk menikah?”

Bergidik juga dia membayangkan pernikahan untuk saat ini. Dia mertasa masih seorang remaja, walaupun tidak ABG lagi.

Dan pun, Syuhada tahu bahwa tak ada ikatan yang sah dan suci antara laki-laki dan perempuan kecuali dalam pernikahan. Pacaran tak ada dalam kamusnya, karena sejatinya akan membawa mudharat bagi dirinya maupun Arul. Banyak cerita cinta yang dia dengar, cinta itu dipuja dan dicela. Cinta mulia sekaligus nista. Cinta seolah menampilkan dua wajah yang samar-samar antara gelap dan terangnya. Cinta seakan menggambrkan misteri abu-abu keremangan yang tidak jelas wujudnya. Itulah sebagian kenyataan cinta yang terjadi dikalangan muda-mudi. Hmm, termasuk yang manakah cintaku ini, batin Syuhada.

Syuhada teringat sebuah tulisan yang pernah dibacanya. Katanya, begitu misterinya cinta, lantas pikiran, persepsi, dan analisis dibuat bingung untuk memberikan penilaian yang tepat. Di satu sisi, demikian mulianya cinta, sehingga layak dibela mati-matian, dijunjung tinggi, dan disakralkan. Namuin, disisi lain demikian rendah dan hinyanya, dia divonis sebagai pemicu perilaku maksiat serta pelanggaran norma dan etika. Terdengarlah tangis pilu penuh sesal gadis-gadis korban cinta yang berbuah dosa dan sirnyanya kehormatan diri. Atau sebaliknya, dengan bangga mereguk noda hitam pembuta hati. Ya, inilah bukti cinta.

Astagfirullahalazim. Dia sedikit bergidik, teringat dalam tulisan tersebut. Terlahirlah anak-anak yang tak ketahuan siapa orangtuanya. Jiwa tak bersalah yang hidup terlunta menanggung beban perbuatan dua manusia yang membuatnya terlahir di dunia dan hanya bisa berkilah bahwa semua karena cinta. Naudzubillah. Yang tak habis pikir, dan membuat hati bagai teriris, kebanyakan mereka adalah remaja muslim. Innalillahi wa innalillahirrojiun.

Sejatinya cinta adalah hak yang dijanjikan Allah SWT untuk dihirup kenikmatannya. Cinta menjanjikan kemuliaan, menyinarkan keagungan, dan menjanjikan kebahagian yang menentramkan. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan swah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kemabli yang baik (Surga) .

Cinta adalah hak yang tertanam oleh kodrat dalam pandangan rasa dan mata manusia. Cinta adalah fitrah yang tak terelakkan oleh siapapun selama dia masih dikatakan sebagai manusia normal. Namun, mengapa cinta itu menjadi begitu samar dan remang-remang hingga silap mata harus terperosok sampai-sampai mengkhianati kesuciannya? Nafsulah yang mengkhianati kesucian cinta. Nafsulah yang merusak cita rasa cinta. “Alaaah...ungkapan kuno”. Kebanyakan orang-orang beranggapan begitu. Tapi, buktinya, banyak yang tidak mampu membebaskan dirinya dari tipuan nafsu. Naudzubillah.

Belajar Kepada Nabi Yusuf AS

Nafsu memang salah satu kecenderungan yang tak mungkin ditolak manusia manapun. Apalagi kalo sudah menyangkut hubungan lawan jenis. Sedikit belajar kepada Nabi Yusuf AS, Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Bila dicermati dalam ayat itu. Nafsu itu berbahaya jika tidak dirahmati. Sergapannya menguasai istri pembesar Mesir untuk tidak malu berbuat tak senonoh. Lupa kalau dirinya wanita yang sangat terhormat. “Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, ‘Marilah kesini’. Cengkeramannya telah membutakan hati dan harga diri. Ia telah melukai cinta dengan hasrat meluap. Kalau tidak hati-hati, siapapun akan terlena oleh bujuk rayunya. Itulah pengakuan wanita-wanita di Mesir: “Istri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya sebagai kesesatan yang nyata.”

Sebagai seorang Nabi, beliau itu ma’shum. Namun, beliau tetaplah manusia biasa, bukanlah sosok malaikat yang terbebas dari hasrat terhadap lawan jenisnya. ‘Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula)) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemunkaran dan kekjian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.’

Sebenarnya keduanya sama-sama tertarik oleh daya pikatnya masing-masing. Bedanya pada penyikapan. Bingkai ketertarikan dan cinta Nabi Yusuf AS dirahmati sehingga lebih indah dan kuat. Dan dalam dalam keterpukauannya, Nabi Yusuf AS tidak kehilangan kendali.

Hanya ‘tanda’ dari Allah SWT yang menyelipkan kesadaran fitrah bahwa nafsu liar bukanlah cinta. Hanya kekuatan-Nya yang membentengi jiwa yang meluruhkan gemerlap maksiat dengan ma’unah (petolongan)Nya. Betapa Dia senantiasa bersama kita dimanapun kita berada. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada . Ingatlah, betapa satun kedipan mata dan satu detakan hati Dia pasti mengetahuinya. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.

Ya, kemanakahn kita harus berlari? Dimanakah ada tempat bersembunyi? Hanya takwa yang mengalirkan kesadaran pengawasan Allah SWT terhadap tiap jengkal gerak diri. Kesadaran itu tidak merelakan munculnya betikan hati untuk membuka pintu tindakan yang akan mengundang murka-Nya.

Hanya bingkai yang membuat ekspresi cinta menjadi berbeda. Bukan lagi ekspresi murahan seperti yang banyak terjadi menjadikan pelakunya dianggap tak terbedakan dari makhluk tak berakal seperti halnya binatang melata. Astagfirullahaladzim. Binatang melakukannya karena sifat nalurinya yang tak mempertimbangkan akal dan nilai, tidak mengerti apa yang disebut norma dan kepantasan. Wajar saja, jika dilampiskan kapan saja dan dimana saja saat dorongan nalurinya dating mendesaknya.

Kalau anak Adam yang dicipta dengan segala kelebihan dan kehormatan, mendamba keindahan, dan merindukan makna, lalu melampiaskan ‘insticn’-nya dengan cuek terhadap keutamaan dan kualitas dirinya. Bukankah itu lebih rendah dan lebih buruk daripada binatang? Naudzubillah.

“Allah, semoga hamba bukan termasuk hamba-Mu yang seperti itu.” Batin Syuhada.

“Hamba takut, Engkau akan menghinakan hamba layaknya binatang, tatkala hamba tak mengindahkan hakikat cinta yang sebenarnya. Astagfirullahaladzim.” Tambah Syuhada.

“Apa yang harus aku lakukan, agar aku tak jatuh ke dalam lubang nista itu?” pikirnya bertanya-tanya mencari jawaban.

Tiba-tiba, Dia teringat dengan salah seorang temannya di kampus, namanya Mbak Annisa. Beliau sering diminta mengisi kajian keislaman khususny berhubnungan dengan masalah keputrian.

“Hmm.. Aku pikir Mbak Annisa bisa memberikan solusi atas masalahku ini. Insha Allah.” Pikir Syuhada.

Syuhada mengambil handphone-nya, dan menekan angka di tuts-nya. Sebuah nada panggilan tersambung.

“Assalammualaikum. Bisa bicara dengan Mbak Annisa?” Sapa Syuhada.

“Wa’alaikumsalam. Iya dengan saya sendiri. Afwan ini dengan siapa ya?” Balas Mbak Annisa.

“Ini Syuhada, Mbak” Jawab Syuhada.

“Syuhada mana ya dek?”

“Saya salah satu peserta kajian keputrian yang Mbak asuh di kampus.” Jawabn Syuhada.

“Oalahhh.. Afwan ya dek. Sampai nggak inget nich. Ada apa nich dek Syuhada?”

“Gini Mbak. Syuhada mau silaturahim sama mbak, sekalian mau bertanya sedikit nih.”

“Ooo boleh boleh kog. Silahkan aja datang ke rumah Mbak ya dek. Kapan nich?”

“Kalo besok gimana Mbak, jam 09.00 pagi. Kebetulan besok lagi ga ada jadwal di kampus mbak.” Jawab Syuhada.

“Besok ya? Oke. Langsung datang aja ke rumah ya dek. Insya Allah, Mbak ada kog di rumah. Alamatnya tahu khan?”

“Iya Mbak tahu kog rumah Mbak. Jalan Mawar Indah No. 200 khan Mbak?”

“Yupps. Betul tuh. Nanti Tanya kog di warung di pertigaan kalo dah nyampe di Mawar Indah. Ok.”

“Iya Mbak. Makasih ya Mbak.”

“Sama-sama. Jangan sungkan dek.”

“Syuhada pamit ya Mbak. Assalammualaikum.”

“Waalaikumsalam.” Jawab Annisa.

“Bismillah, besok ke rumah Mbak Annisa. Semoga aku mendapatkan jawaban dari masalahku ini. Amin.” Batin Syuhada.

Allahu Akbar, Allahu Akbar… Allahu Akbar, Allahu Akbar…. Kumandang Adzan Ashar telah memanggil. Syuhada segera menyiapkan diri memenuhi panggilan Allah itu.

“…………………maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al- Baqarah 186)

Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More